Oleh : Ustadz Ir. H. Achmad Syafi'i
Amalan orang beriman akan dinilai apabila diawali atau didasari dengan sebuah ketakwaaan. Disinilah sebabnya mengapa amalan orang kafir selalu tertolak sebab mereka sudah tak mengindahkan perintah dan laranga Alloh atau tidak ada ketaqwaan. Taqwa mereka tak terwujud didalam dirinya. Maka semua yang dia perbuat akan ditolak oleh Alloh SWT.
Dalam mendefinisikan taqwa semua para ulama berbeda pendapat, namun bermuara kepada satu makna. Yaitu : jika hamba takut pada marah Alloh (sukhtulloh) ta’ala dan ‘Azabihi azabnya serta ‘iqobihi hukumannya. Nah bagaimana dengan orang kafir, Mereka tidak takut kepada Alloh. Mereka melakukan semua yang dilarang Alloh SWT. Jadi definisi taqwa bagi orang kafir selalu terbalik. Lain bagi orang yang dibimbing petunjuk, selalu konsisten dalam definisi “imtitsali awamirillahi wajtinabu nawahihi” Melaksanakan semua perintah Alloh dan menjauhi semua laranganNya. Definisi seperti ini oleh orang-orang sufi selalu diledek, karena masih krecek. Dia masih kecil baru bisa menguap. Padahal Alloh tidak mengarahkan demikian karena setiap orang walaupun sekecil apapun yang dia lakukan dalam ketaqwaan maka Alloh akan selalu mengajarkan dan memberi ilmu kepadanya. “ Wattaqulloha wa yu’allimukumullohu". Bertakwalah kepada Alloh maka Alloh akan mengajari kalian. Alloh sebagai mursyidnya sebagai gurunya. Bahkan para ulama yang dibimbing Alloh mengatakan; jika seorang yang mengatakan :” ciri-ciri orang yang sediki taqwanya kepada Alloh adalah orang yang jika berbicara selalu memprioritaskan kata-kata "menurut saya”. Orang seperti ini,tak mendahulukan firman Alloh dan nabinya. Mereka tahkimul akl qablannushus mendahulukan akal daripada nash-nash. Bagaimana Alloh akan memberikan cahaya bagi jalan hidupnya, bagaiman mereka mendapatkan bagian kesejahteraan di dunia dan akhirat, bagaiaman mungkin dia mendapatkan cahaya dari Alloh dan bahkan bisa berjalan di atas cahaya Alloh. Berbeda dengan para sahabat dulu, mereka tidak pernah mengatakan "menurut saya", akan tetapi setiap mengutarakan sesuatu selalu dilandasi dengan "menurut firman Alloh" atau "sesuai sabda Rosululloh".
Sekelah Imam Syafii saja ketika melihat betis yang tersingkap tak sengaja di perjalanan sebagai sebuah maksiat, maka dia mengadu kepada Imam Waqii; "Syakautu ila Waqi’I su’al hifzhi, faarsyadani ila tarkil ma’ashi, wa ‘allamani bi annal ‘ilma nurulloh, wa nurullohi la yuhda lil’ashi “ (Aku mengadu kepada imam waqii tentang jeleknya hafalan, Maka Imam waqii memberi petunjuk untuk meninggalkan maksiat, dan mengajarkan kepadaku sesungguhnya ilmu itu adalah cahaya Alloh, dan cahaya Alloh tak diberikan kepada orang yang bermaksiat). Bagaimana dengan kita?
Wallohu a'lam bish-showab.
(Arifie-Deden)
BACA SELENGKAPNYA....
Kamis, 04 Februari 2010
AMAL DIDASARI KETAQWAAN
Jumat, 22 Januari 2010
PAHALA AMAL TIDAK AKAN TERPUTUS
Oleh : Ustadz Ir. H.Achmad Syafi'i
Banyak orang berlomba-lomba mencari harta dan menabungnya untuk simpanan di hari tua. Menyimpan harta tentunya tidak dilarang selama ia mencarinya dari jalan yang halal dan menunaikan kewajiban atas harta tersebut, seperti zakat dan nafkah yang wajib. Namun ada simpanan yang jauh lebih baik dari itu, yakni amal ketaatan dengan berbagai bentuk untuk menuju hari akhir.
Tidak sedikit pula orang menumpuk harta namun belum sempat ia merasakannya, kematian telah menjemputnya sehingga harta tersebut berpindah ketangan orang lain. Orang seperti ini jika tidak memiliki amal kebaikan maka ia rugi di dunia dan di akhirat. Sungguh betapa rugi dan sengsaranya mereka.
Amal ketaatan yang dijadikan sebagai simpanan memiliki tingkatan keutamaan dari sisi penekanan dalam pelaksanaannya dan dari sisi pengaruh yang muncul darinya. Adapun dari sisi penekanan, amal-amal yang wajib didahulukan dari yang sunnah. Disebutkan dalam hadits qudsi bahwa Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
"Dan tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang paling Aku cintai dari apa yang Aku wajibkan atasnya." (HR. Al-Bukhori, no. 6502)
Orang-orang yang beriman dan beramal sholih bagi mereka adalah al-ajru (pahala), Jazaul’amal, balasan atas perbuatan amalnya yaitu surga. Mereka dalam surga tinggal dengan tanpa ada akhir atau terputus (Maakitsina fiihi abadan, Kholidin fiha bilaa inqitha). Bagi orang-orang yang ada dalam surga atas semua angan-angan dan cita-citanya maka mereka diberi 10 kali lipat kesenangan (Laka wa ‘asyrataka mitslaka). Al Qur’an juga menjelaskan akan karunia Alloh dimana di surga tersebut tak ada yang hilang sedikitpun kesenangan dan kegembiraannya, seraya berkata : “Balasan bagi orang-orang yang ada di surga maka mereka termasuk orang-orang yangdigembirakan seperti dalam al-Qur'an surat Hud ayat 108 :
وَأَمَّا الَّذِينَ سُعِدُواْ فَفِي الْجَنَّةِ خَالِدِينَ فِيهَا مَا دَامَتِ السَّمَاوَاتُ وَالأَرْضُ إِلاَّ مَا شَاء رَبُّكَ عَطَاء غَيْرَ مَجْذُوذٍ
(Adapun orang-orang yang berbahagia, maka tempatnya di dalam syurga, mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain); sebagai karunia yang tiada putus-putusnya).
Ada penghuni surga yang ketika mendapat karunia Alloh, kenikmatan mereka tak ada habis-habisnya sebagaimana firman Alloh dalam surat Shod ayat 54,
إِنَّ هَذَا لَرِزْقُنَا مَا لَهُ مِن نَّفَادٍ
(Sesungguhnya ini adalah benar-benar rezeki dari Kami yang tiada habis-habisnya).
Hal ini juga dipertegas oleh Alloh dalam surat an-Nahl ayat 96:
مَا عِندَكُمْ يَنفَدُ وَمَا عِندَ اللّهِ بَاقٍ وَلَنَجْزِيَنَّ الَّذِينَ صَبَرُواْ أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُواْ يَعْمَلُونَ
(Apa yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Alloh adalah kekal. Dan sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan).
Inilah bentuk kenikmatan yang Alloh gambarkan sendiri akan keberadaan surgaNya, Inilah bentuk kekekalan akhirat yang lebih baik dan lebih kekal, sebagaimana firman Alloh dalam surat Al-Baqoroh ayat 127:
وَإِذْ يَرْفَعُ إِبْرَاهِيمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَإِسْمَاعِيلُ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitulloh bersama Ismail (seraya berdoa): "Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui".
Ayat-ayat yang memberi motivasi ini juga perlu drenungkan sehingga hati kita bisa tersentuh dan tenanglah hati kita. Karena ayat-ayat ini dapat membuat hati tenang (tathmainnul qulub) namun ayat lain dapat membuat hati bergetar/takut (wajilat qulubuhum). Syarat utama yang perlu diperhatikan agar dapat menghayati ayat-ayat Alloh adalah memiliki dasar ketakwaan, dan mengamalkan amalan ahli surga. Contoh konkrit adalah ketika kita tidak dapat tenang berangkat ke masjid di hari jumat, karena kita bergegas agar mendapatkan shof terdepan. Dan alangkah baiknya apabila kita gelisah seperti orang yang ketinggalan kereta atau pesawat , betapa gelisah dan gundah gulana kita.
Wallohu a‘lam bish-showab.
(Arifie - Deden)
BACA SELENGKAPNYA....
Sabtu, 16 Januari 2010
AMAL SHALIH HARUS DILANDASI IMAN
oleh : Ustadz Ir Achmad Syafi'i
Setiap amal yang dilakukan oleh seorang beriman dan orang kafir akan berbeda hasil yang dia peroleh. Pernyataan ini merupakan keniscayaan yang Allah khabarkan kepada kita sebagaimana tersebut dalam al Qur’an surat al Kahfi ayat 1- 2 :
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَنزَلَ عَلَى عَبْدِهِ الْكِتَابَ وَلَمْ يَجْعَل لَّهُ عِوَجَا
(Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Al Kitab (Al-Qur'an) dan Dia tidak mengadakan kebengkokan di dalamnya);
قَيِّماً لِّيُنذِرَ بَأْساً شَدِيداً مِن لَّدُنْهُ وَيُبَشِّرَ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْراً حَسَناً
(sebagai bimbingan yang lurus, untuk memperingatkan siksaan yang sangat pedih dari sisi Allah dan memberi berita gembira kepada orang-orang yang beriman, yang mengerjakan amal saleh, bahwa mereka akan mendapat pembalasan yang baik),
Iman dan amal shalih merupakan kata yang tak dapat di pisahkanartinya tak dapat berdiri sendiri. Karena huruf Wau dalam ayat ini berfungsi untuk litta’kid, dan ayat dalam al kahfi inilah merupakan jawaban atas ayat-ayat dalam al-quran surat al-nisa : 124, al anbiyaan 94, al mukmin : 40 , al baqarah : 197, al nahl : 97.. Man ‘amila ‘amalan shalihan wa huwa mu’min….
Ada beberapa syarat amal shalih sebagai tolok ukur bagi seorang beriman dalam kehidupan sehari-hari :
Muthobiqan ‘ala maa ja’a bihi al-Rasul (hendaklah amal sesuai dengan apa yang dibawa/dicontohkan oleh Rasulullah saw yaitu al-quran dan as-sunnah).
Mukhlisan ‘alallahi ta’ala ( hendaklah amal itu ikhlash karena Allah ta’ala),.yang ingin di capai adalah ridha Allah).
Mabniyyan ‘ala asasil iman wal aqidatush-shohihah ( hendaklah amal itu terbentuk atas dasar iman dan aqidah yang benar)..
Amal ibarat sebuah atap rumah dan aqidah sebagai fondasinya. Kita akan melihat bagaimana amal-amal yang dilakukan oleh seorang tanpa berfondasi aqidah atau yang dilakukan oleh orang kafir. Al Quran menjelaskan hal ini dalam surat al furqan ayat 23 :
وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاء مَّنثُوراً
(Dan kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan , lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan)
Walaupun amal shalih itu dikerjakan namun karena tak ada fondasi, akhirnya tak ada gunanya amal tersebut. Apalagi amal shalih, sudah masuk kotak neraka dia. Demikian juga firman Allah dalam surat al-Nur ayat 39
وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَعْمَالُهُمْ كَسَرَابٍ بِقِيعَةٍ يَحْسَبُهُ الظَّمْآنُ مَاء حَتَّى إِذَا جَاءهُ لَمْ يَجِدْهُ شَيْئاً وَوَجَدَ اللَّهَ عِندَهُ فَوَفَّاهُ حِسَابَهُ وَاللَّهُ سَرِيعُ الْحِسَابِ
(Dan orang-orang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. Dan didapatinya (ketetapan) Allah disisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya) .
Wallahu a'lam bish showab.
Jum’at, 8 januari 2010 / 22 Muharam 1431 H
Deden - Arifie
BACA SELENGKAPNYA....